AUTOMASI KLIRING
Kliring merupakan sarana atau cara perhitungan hutang-piutang
dalam bentuk surat-surat berharga atau surat dagang dari suatu bank peserta
yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk.
A. SISTEM KLIRING
Berdasarkan sistem
penyelenggarakannya, kliring dapat menggunakan:
a.
Sistem Manual, yaitu sistem penyelenggaraan Kliring Lokal yang
dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta
pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh
setiap peserta.
b.
Sistem Semi Otomatis, yaitu sistem penyelenggaraan Kliring Lokal
yang dalam pelaksanaan perhitungan dan
pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan secara otomasi, sedangkan pemilahan warkat dilakukan
secara manual oleh setiap peserta.
c.
Sistem Otomasi, yaitu
sistem penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring
dilakukan oleh penyelenggara secara otomasi.
d.
Sistem Elektronik, yaitu penyelenggaraan Kliring Lokal secara
elektronik yang selanjutnya disebut kliring
elektronik adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet
Saldo Kliring didasarkan pada Data
Keuangan Elektronik yang selanjutnya disetiap DKE disertai dengan penyampaian warkat peserta kepada
penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta
penerima.
B. WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
1.
Warkat
Adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban
atau untuk untung rekening nasabah atau
bank melalui kliring. Warkat yang dapat diperhtungkan dalam kliring otomasi adalah:
a.
Cek Adalah cek sebagaimana diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) termasuk cek dividen, cek perjalanan, cek
cinderamata, dan jenis cek lainnya yang
penggunaannya dalam kliring disetujui oleh Bank Indonesia.
b.
Bilyet Giro Adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana
untuk memindahbukukan sejumlah dana dari
rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia.
c.
Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT) Adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang
diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.
d.
Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT) Adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang
dapat ditagihkan kepada bank peserta
penerima dana transfer melalui kliring lokal.
e.
Warkat Debet Adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain
untuk untung bank atau nasabah bank yang
menyampaikan warkat tersebut. Warkat debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu
oleh bank yang menyampaikan warkat debet kepada bank yang akan menerima warkat debet tersebut
f.
Warkat Kredit Adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank
lain untuk untung bank ata nasabah bank
yang menerima warkat tersebut.
2.
Dokumen Kliring
Merupakan dokumen yang berfungsi sebagai alat Bantu dalam proses perhitungan kliring ditempat
penyelenggara.
3.
Formulir Kliring
Formulir yang digunakan untuk
proses perhitungan kliring lokal dengan manual meliputi:
a.
Neraca kliring penyerahan/pengembalian. gabungan formulir ini disediakan oleh penyelenggara dan
digunakan oleh penyelenggara untuk menyusun rekapitulasi neraca kliring penyerahn/pengembalian.
b.
Neraca kliring penyerahan/pengembalian. Formulir ini disediakan
oleh peserta dan digunakan oleh peserta untuk menyusun neraca kliring penyerahan / pengembalian atas dasar daftar warkat kliring penyerahan/pengembalian.
c.
Bilyet saldo kliring. Formulir ini disediakan oleh peserta dan
digunakan oleh peserta untuk menyusun bilyet
saldo kliring berdasarkan neraca kliring penyerahan dan neraca kliring pengembalian.
C. TATA CARA PENYELENGGARAAN
KLIRING LOKAL MANUAL
Penyelenggaraan kliring terdiri
dari dua tahap yaitu :
1.
Kliring Penyerahan
Warkat
kliring yang diserahkan oleh masing-masing peserta:
a.
Warkat Debet Keluar (WDK): Warkat yang disetorkan oleh nasabah suatu bank untuk keuntungan rekening nasabah tersebut.
b.
Warkat Kredit Keluar (WKK): Warkat pembebanan ke rekening nasabah yang menyetorkan untuk keuntungan rekening nasabah lain.
2.
Kliring Pengembalian
Warkat
kliring yang diterima dari peserta lain:
a. Warkat Debet Masuk (WDM): Warkat yang diserahkan oleh
peserta lain atas beban nasabah bank yang menerima warkat.
b. Warkat Kredit Masuk (WKM): Warkat yang diserahkan oleh peserta
lain untuk keuntungan nasabah bank yang menerima warkat.
Bank
yang menyerahkan warkat kliring keluar atau warkat debet keluar (WDK), akan menikmati penambahan rekening giro pada Bank Indonesia.
Sedangkan Bank yang menerima warkatnya sendiri atau warkat
debet masuk (WDM), saldo gironya pada Bank Indonesia akan berkurang sebesar nilai nominal warkat
tersebut.
Bank
yang menyerahkan warkat kliring keluar atau warkat kredit keluar (WKK), akan menyebabkan pengurangan pada rekening giro pada Bank
Indonesia. Sedangkan Bank
yang menerima warkat tersbut atau
warkat kredit masuk (WKM), saldo gironya pada Bank Indonesia akan bertambah sebesar nilai nominal warkat
tersebut.
Jadwal
penyelenggaraan kliring manual serta jadwal pelimpahan hasil kliring ditetapkan oleh penyelenggara dengan persetujuan Bank
Indonesia yang mewilayahi. Jadwal kliring lokal yang ditetapkan
merupakan rentang waktu bagi wakil peserta diperkenankan untuk hadir dan mendistribusikan warkat pada proses penyelenggaraan kliring
penyerahan/pengembalian
E. SISTEM KLIRING WARKAT LUAR
WILAYAH
Warkat luar
wilayah adalah penyelenggaraan kliring atas cek dan BG yng diterbitkan oleh kantor bank yang bukan peserta di
wilayah kliring dimana cek dan
BG tersebut dikliringkan. Manfaatnya adalah memberikan efisiensi dalam penyelesaian
pembayaran cek/BG luar kota, baik efisien waktu maupun biaya, sebab:
a.
Efektivitas dana cek/BG sesuai jadwal kliring lokal dimana warkat dikliringkan (same day
settlement)
b.
Biaya proses oleh Bank Indonesia sama dengan warkat lokal lainnya.
F. AUTOMASI KLIRING
Pengertian umum kliring otomasi
adalah pertukaran warkat atau data
keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

1.
Warkat dan dokumen Automasi Kliring
Warkat automasi Kliring
¨ Cek
¨ Bilyet
Giro
¨ Wesel Bank
Untuk Transfer
¨ Surat Bukti
Penerimaan Transfer
¨ Nota
Debet.
¨ Nota
Kredit
Dokumen automasi kliring
¨ Bukti
Penyerahan Warkat Debet ± Kliring Penyerahan (BPWD)
¨ Bukti Penyerahan
Warkat Kredit ± Kliring Penyerahan (BPWK)
¨ Kartu Batch
Warkat Debet
¨ Kartu Batch
warkat Kredit
¨ Lembar
Subsitusi
2.
Tujuan Automasi Kliring
a.
Untuk mengganti kertas yang sangat mahal
tanpa menghilangkan dokumen.
b.
Untuk meningkatkan efisiensi dan penggunaan
data komputer.
3.
Manfaat Automasi Kliring
a.
Bagi Bank Indonesia
o
Operasional kliring dengan ditiadakannya
fisik warkat kredit.
o
Maintenance aplikasi kliring dengan
digunakannya sistem yangterintegrasi di seluruh wilayah kliring.
o
Tersedianya jangkauan antar Bank melalui
kliring yang lebih luasdengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk
transfer kredit.
o
Memenuhi prinsip ±prinsip manajemen risiko
dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting sesuaidengan
core principles yang dikeluarkan oleh Bank for International settlement
(BIS).
b.
Bagi Bank Peserta
o Efisiensi
biaya operasional bank dalam pencetakkan dan prosesadministrasi warkat kredit
o Semakin
luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah.
4. Proses
Automasi Kliring
a.
Transaksi Lokal
Bank penarik mempersiapkan seluruh warkat
untuk dikirim ke bank tertarik. Bank penarik akan memeriksa kelengkapan
data,memeriksa kebenaran cek, membedakan apabila transaksi
tersebut berasal dari bank sendiri, kemudian menyampaikan data tersebutkepada
lembaga kliring.
b.
Transaksi antar daerah
Bank penarik akan menyampaikan transaksinya
kepada pusat pengolahan data di lembaga kliring lokal.
Transaksi-transaksidisortir oleh bank penarik dalam lokasi yang
bersangkutan.Volume data yang besar ini akan digabung menjadi suaturingkasan
arsip untuk setiap lokasi, kemudian arsip inidipindahkan ke tiap lokasi lainnya
untuk diproses lebih lanjut
5. Mekanisme
Proses Automasi Kliring
a.
Sistem Sentral Kliring (SSK) merupakan
perangkat keras dan perangkatlunak yang digunakan PKN.
b.
Komputer Penyelenggara Kliring (KPK)
merupakan komponen perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan oleh PKL.
c.
Terminal Peserta kliring (TPK) merupakan
komponen perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan oleh peserta.

SISTEM BANK INDONESIA-
REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)
A. PENGERTIAN
Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian
akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi
(individually processed / gross settlement) dan bersifat real time (electronically
processed), dimana rekening peserta dapat didebit/dikredit berkali-kali dalam
sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
B. TUJUAN
BI-RTGS
1.
Menyediakan sarana transfer dana antar peserta
yang lebih cepat, efisien, andal dan aman.
2.
Kepastian
settlement dapat diperoleh dengan lebih segera (irrevocable dan unconditional).
3.
Menyediakan
informasi rekening peserta secara real time dan menyeluruh.
4.
Meningkatkan
disiplin dan profesionalisme peserta dalam mengelola likuiditasnya.
5.
Mengurangi
risiko-risiko settlement.
C.
MEKANISME SETTLEMENT SAAT
INI
1.
Peserta pengirim
menginput credit transfer ke dalam terminal RTGS (RT) untuk selanjutnya
ditransmisikan ke RCC di Bank Indonesia.
2.
Selanjutnya, RCC
memproses credit transfer dengan mekanisme sebagai berikut :
a.
Mengecek kecukupan
saldo apakah saldo rekening giro peserta pengirim lebih besar dari atau sama dengan nilai nominal
credit transfer.
b.
Jika saldo rekening
giro peserta pengirim mencukupi akan dilakukan posting secara simultan pada
rekening giro peserta pengirim dan rekening giro peserta penerima.
c.
Jika saldo rekening
giro peserta pengirim tidak mencukupi, credit transfer tersebut akan
ditempatkan dalam antrian (queue) sistem BI-RTGS.
3.
Informasi credit
transfer yang telah diselesaikan (settled) akan ditransmisikan secara otomatis
oleh RCC ke RT peserta pengirim dan RT peserta penerima.
D. RISIKO-RISIKO SISTEM PEMBAYARAN
Risiko kredit adalah risiko dimana counterparty tidak dapat memenuhi
kewajibannya untuk membayar secara penuh baik pada saat jatuh tempo maupun pada
saat sesudahnya.
Risiko likuiditas adalah risiko dimana counterparty tidak mampu membayar
secara keseluruhan pada saat jatuh tempo melainkan membayar sesudah jatuh tempo.
Hal ini tentu akan dapat menimbulkan kesulitas likuiditas bagi peserta
penerima yang pada gilirannya nanti
mungkin akan meningkatkan cost of
fund dari peserta karena harus mencari dari money market dengan cepat.
Systemic risk adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi
kewajibannya yang jatuh tempo sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami
kesulitan likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajibannya.
Dapat ditambahkan bahwa dengan
implementasi sistem BI-RTGS ini maka
diharapkan
systemic risk akan dapat dikurangi melalui tiga cara.
a.
Penurunan secara
signifikan intraday interbank exposure akan dapat mengurangi kemungkinan
ketidakmampuan suatu peserta dalam menutup kerugian atau menutup kekurangan likuiditas
karena peserta lain tidak mampu memenuhi kewajibannya.
b.
Sistem BI- RTGS
akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya unwinding payment yang dapat
merupakan penyebab terjadinya systemic risk dalam net settlement.
c.
Peserta dapat melakukan
settlement setiap saat selama window time, maka waktu settlement tidak lagi
hanya terfokus pada suatu waktu tertentu saja.
E. KARAKTERISTIK
SISTEM BI-RTGS
a.
SHAPED STRUCTURE
Sebagaimana digunakan oleh sebagian besar sistem RTGS di
dunia, BI-RTGS juga menggunakan V-shaped structure dalam pengiriman message
dari peserta pengirim kepada peserta penerima melalui Bank Indonesia sebagai
penyelenggara BI-RTGS dibawah ini.
b.
PESERTA BI-RTGS
Jumlah
keseluruhan peserta langsung Sistem BI-RTGS saat ini berjumlah 150 yang terdiri 149 bank dan 1 non bank. Sedangkan
jumlah peserta tidak langsung terdiri dari 3 bank. Jumlah peserta Sistem BI-RTGS tersebut
akan terus berkembang.
C. MEKANISME TRANSFER DANA BI-RTGS
Secara umum dapat digambarkan bahwa
mekanisme transfer dana antar peserta BI- RTGS adalah sebagai berikut:
a.
Peserta pengirim
menginput credit transfer ke dalam terminal RTGS (RT) untuk selanjutnya
ditransmisikan ke RCC di Bank Indonesia.
b.
Selanjutnya, RCC
memproses credit transfer dengan mekanisme sebagai berikut :
o Mengecek kecukupan saldo apakah saldo rekening giro
peserta pengirim lebih besar dari atau sama dengan nilai nominal credit
transfer.
o Jika saldo rekening giro peserta pengirim mencukupi akan
dilakukan posting secara simultan pada rekening giro peserta pengirim dan
rekening giro peserta penerima.
o Jika saldo rekening giro peserta pengirim tidak
mencukupi, credit transfer tersebut akan ditempatkan dalam antrian (queue)
sistem BI-RTGS.
c.
Informasi credit
transfer yang telah diselesaikan (settled) akan ditransmisikan secara otomatis
oleh RCC ke RT peserta pengirim dan RT peserta penerima.
D . WINDOW TIME
Waktu transfer antar peserta untuk
kepentingan nasabah saat ini dibatasi mulai pk.06.30 - 16.30 WIB. Window time
tersebut diharapkan akan dapat memberikan keleluasaan kepada pelaku ekonomi di
seluruh Indonesia yang terdiri dari 3 zona waktu untuk bertransaksi dengan
lebih lancar.
E. NO MONEY NO GAME
Sistem BI-RTGS hanya memperbolehkan
peserta BI-RTGS untuk mengkredit rekening peserta BI-RTGS lainnya. Transaksi
yang masuk dalam antrian baru akan dapat ter-settle apabila peserta mendapatkan
incoming transfer dari peserta lain.
F. CAPPING
Untuk memperkecil berbagai risiko sistem pembayaran sebagai akibat
penggunaan net settlement dalam proses
kliring, maka Bank Indonesia menetapkan batas maksimum nominal transaksi yang diperbolehkan melalui kliring (capping
kliring).
G. QUEUE MANAGEMENT DAN GRIDLOCK RESOLUTION
Apabila saldo rekening giro peserta yang akan di-debit lebih kecil dari
nilai transaksi pembayaran yang dikirimkan oleh peserta, maka transaksi pembayaran
tersebut akan menempati antrian (queue) dalam
BI-RTGS.
1.
Antrian dalam
sistem BI-RTGS berbasis pada priority level dan First In First Out (FIFO).
2.
Modul antrian dalam
sistem BI-RTGS dilengkapi dengan fasilitas Bypass FIFO yang bekerja secara
otomatis jika antrian mencapai jumlah tertentu, dengan maksud untuk mengurangi
jumlah antrian.
3.
Priority level
dalam modul antrian di sistem BI-RTGS
adalah sebagai berikut:
a.
Prioritas pertama :
Pembebanan hasil kliring.
b.
Prioritas kedua : Transaksi peserta dengan BI/Pemerintah.
c.
Prioritas
ketiga : Credit transfer yang berasal dari peserta BI-RTGS.
4.
Apabila BI-RTGS mendeteksi terjadinya gridlock maka
fasilitas gridlock resolutio akan dijalankan secara otomatis maupun manual
berdasarkan kriteria kecukupan saldo atau menggunakan metode First Available
First Out (FAFO).
H. FASILITAS
LIKUIDITAS INTRAHARI (FLI) DAN FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP)
Beberapa ketentuan dalam fasilitas FLI BI-RTGS
antara lain :
1.
Untuk mendapatkan
fasilitas FLI, bank peserta BI-RTGS harus mengajukan permohonan kepada Bank
Indonesia.
2.
Bank harus memiliki
kesehatan minimal cukup baik yaitu bank yang masih beroperasi.
3.
Peserta harus
mem-pledged SBI dan atau obligasi pemerintah yang nilainya sekurang-kurangnya
sebesar nilai FLI sebagai collateral sehingga fasil bersifat fully secured.
4.
Penggunaan FLI
dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro tidak mencukupi untuk
melakukan outgoing transaction sepanjang kekurangan tersebut tidak melebihi
nilai FLI (provided when needed).
5.
Pada saat peserta
menerima incoming transfer maka secara otomatis transfer tersebut akan
digunakan untuk mengurangi saldo FLI yang telah digunakan.
6.
FLI hanya dapat
dipergunakan dari pukul 06.30 sampai dengan pukul 17.00 WIB sedangkan untuk
pelunasan FLI dilakukan paling lambat pukul 18.00 WIB. Apabila peserta tidak
mampu mengembalikan tepat pada waktunya maka fasilitas FLI tersebut akan
berubah menjadi Fasilitas Pendanaan Jangka Panjang (FPJP) overnight.
7.
Pada saat T+1
sampai dengan pukul 16.00 WIB, Bank Indonesia akan menagih seluruh kewajiban
peserta tersebut dengan menggunakan transaksi "Super Priority" yang
akan didahulukan settlement-nya dibandingkan transaksi-transaksi lainnya.
8.
Dalam hal saldo
giro tidak mencukupi untuk pelunasan FPJP sampai dengan pukul 17.00 WIB dan
peserta yang bersangkutan tidak mengajukan FPJP baru sampai dengan pukul 18.15
WIB, maka pelunasan dilakukan dengan mengeksekusi agunan.
I BYE – LAWS
Bye-Laws yang bertujuan untuk mencapai keseragaman dalam pelaksanaan
pembayaran interbank diantara peserta BI-RTGS. Bye-Laws diterapkan untuk
seluruh aktivitas pembayaran yang dilakukan oleh setiap peserta dalam suatu
rangkaian pembayaran, dimana rangkaian pembayaran tersebut dapat dimulai dari
originator/initiator dan berakhir pada ultimate beneficiary. Beberapa ketentuan
yang terkandung dalam Bye-Laws antara lain :
a.
Cut-off time untuk
pembayaran dan pelunasan
Dana untuk transaksi pembayaran intraday interbank money
market sudah harus sampai di rekening peserta peminjam selambat-lambatnya 30
menit setelah selesainya transaksi. Sedangkan pelunasan intraday interbank
money market sudah harus dilaksanakan selambat-lambatnya pk. 16.30 pada hari
yang sama.
b.
Kompensasi atas
kegagalan pembayaran antar peserta
Apabila pembayaran antar peserta mengalami kegagalan maka
pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengajukan kompensasi atas kegagalan
tersebut. Kegagalan pembayaran dapat berupa keterlambatan, pembayaran dini,
pembayaran lebih, pembayaran kurang dari nominal yang semestinya dan salah
kirim.
c.
Perjanjian
kompensasi dilakukan untuk menghindarkan pencarian keuntungan yang tidak fair.
Spirit dari pemberian kompensasi adalah agar peserta BI-RTGS memberikan kompensasi satu sama lainnya terhadap kondisi yang
menimbulkan hak kompensasi. Kompensasi harus dilakukan dengan suatu cara yang
sedemikian rupa sehingga tidak ada satu pesertapun yang dirugikan atau
diuntungkan secara tidak adil (unjustly penalized or enriched).
d.
Penyelesaian sengketa melalui Arbitration
Committee
Untuk menyelesaikan persengketaan atau masalah yang
timbul antar peserta BI- RTGS dalam kaitannya dengan transaksi-transaksi RTGS,
dan/atau untuk menyelesaikan ketidakpatuhan peserta dalam sistem BI-RTGS maka
dibentuk Komite Bye-Laws. Keputusan komite tersebut merupakan keputusan akhir
dan mengikat kepada seluruh peserta BI-RTGS.
J. INFORMATION
TECHNOLOGY SECURITY DAN DISASTER
RECOVERY PLAN (DRP)
a.
Penggunaan
hardware, software serta sarana telekomunikasi yang sophisticated memerlukan
usaha untuk memastikan bahwa seluruh sistem BI-RTGS sangat aman.
b.
Bank Indonesia
telah meminta independent IT auditor untuk mengaudit seluruh aplikasi maupun
jaringan yang digunakan dalam sistem
BI-RTGS.
c.
Bank Indonesia
sebagai host sistem BI-RTGS telah menyiapkan Disaster Recover Plan (DRP) dan
Disaster Recovery Centre (DRC) untuk meyakinkan bahwa sistem pembayaran di
Indonesia telah didukung oleh infrastruktur yang handal.
K.
IMPLEMENTASI SISTEM BI-RTGS DI KBI
Manfaat
pemberlakuan CSA bagi peserta sistem BI-RTGS antara lain:
a.
Memudahkan peserta
dalam melakukan kontrol terhadap posisi likuiditasnya.
b.
Money in transit
yang mungkin terjadi pada saat peserta melakukan transfer ke cabang-cabang akan
dapat dihilangkan sehingga cost of fund peserta akan dapat diturunkan.
c.
Membantu peserta
dalam mengelola dananya secara efektif dan efisien.
Sedangkan
bagi Bank Indonesia, pemberlakuan CSA akan memberikan manfaat dalam hal:
a.
Memudahkan Bank
Indonesia untuk memantau ketaatan peserta dalam memenuhi kebutuhan Giro Wajib
Minimum (GWM).
b.
Bank Indonesia juga
akan lebih mudah dalam memantau likuiditas peserta karena posisi rekening giro
peserta sudah bersifat nasionall (consolidated) dan dapat dimonitor recara
real-time. Memberikan informasi yang lebih akurat untuk early warning system
terhadap peserta yang mengalami kesulitan likuiditas
L. KILASAN SEJARAH PENGEMBANGAN SISTEM RTGS DI INDONESIA
Tahun Aktivitas
yang dilakukan
1995-1997 •Penyusunan
Blue Print Sistem Pembayaran Nasional (SPN) dan pembentukan Komite Reformasi
SPN
•Penerapan BI-Line sebagai proyek transisi electronic funds transfer menjelang
diterapkannya RTGS
• Kajian pengembangan RTGS di Indonesia
1997 • Kajian lebih detail terhadap
beberapa kebijakan yang terkait dengan RTGS
1998 •
Penyusunan Request For Proposal (RFP)
1999 •
Pembahasan User Requirements
• Komunikasi rencana RTGS ke seluruh bank di Jakarta
• Pembahasan detail User Requirement
• Menunjuk security auditor untuk aplikasi RTGS
• System design dimulai
• Pembahasan kemungkinan penerapan Fasilitas Likuiditas
Intrahari (FLI)
2000 •
Pembentukan Internal Committee of RTGS pada semua bank peserta RTGS di
Jakarta
• COO Conference (Jakarta, Surabaya & Bandung) tentang pengenalan RTGS dan
implikasinya
• System Development dan Testing
• Pembelian perangkat penunjang RTGS
• Instalasi aplikasi RTGS untuk seluruh bank peserta RTGS
• Training RTGS usage untuk semua bank & intern BI
• User Acceptance Test (UAT) pada 17 pilot banks
•
Pemasangan jaringan di 124 bank + site DRC Cilangkap
• Site DRC Cilangkap dikembangkan
• Skenario DRC dibahas & dimatangkan baik internal maupun untuk seluruh
peserta BI-RTGS
• Bank & whole industry testing
• Menyusun ketentuan transfer dana (Peraturan Bank Indonesia)
• Pembentukan 17 pilot banks
• Menyusun ketentuan hubungan rekening
• Menyusun ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI)
• Mereview seluruh ketentuan akunting/operations BI
•Menyusun interbank bye-laws mengenai good practice on interban payments bersama
dengan HIMBARA, Asosiasi Joint Venture Bank & Asosiasi Perbankan lainnya
• Membuat kontrak dengan seluruh bank peserta RTGS
• Membentuk Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah sebagai pelaksana sistem
BI-RTGS
• Test simulasi selama 2 bulan untuk memastikan sistem
berjalan dengan baik
•
Go live sistem RTGS pada tanggal 17 Nopember 2000 di Jakarta
• Launching sistem BI-RTGS pada tanggal 23 Nopember 2000 di
Jakarta
2001 •
Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Bandung pada tanggal 1/6/01
•
Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Surabaya pada tanggal 6/7/01
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Yogyakarta dan Manado pada tanggal
3/8/01
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Samarinda dan Balikpapan pada tanggal
24/8/01
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Semarang tanggal 28/9/01
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Denpasar pada tanggal
2/10/01
•Implementasi sistem BI-RTGS di KBI
Medan dan Padang pada tanggal 26/10/01
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Batam dan Pekanbaru pada tanggal
23/11/01
2002 •Implementasi sistem BI-RTGS di KBI
Banjarmasin dan Makassar pada tanggal 25/2/02
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Pontianak dan Palangkaraya pada
tanggal 22/3/02
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Jayapura dan Ambon pada tanggal
26/4/02
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Kendari dan Palu pada tanggal 24/5/02
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Bandar Lampung tanggal 21/6/02
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Kupang dan Mataram pada tanggal
26/7/02
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI
Jambi dan Bengkulu pada tanggal 23/8/02
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Palembang dan Banda Aceh pada tanggal
27/9/02
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Solo dan Malang pada tanggal 28/2/03
2003 •
Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Purwokerto dan Tasikmalaya pada tanggal
28/3/03
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Jember dan Cirebon pada tanggal
25/4/03
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Kediri dan Sibolga pada tanggal 29/5/03
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Ternate tanggal 27/6/03
• Implementasi sistem BI-RTGS di KBI Lhokseumawe pada tanggal
16/10/03
BAGI TEMAN-TEMAN YANG INGIN DIBANTU DALAM PEMBUATAN SKRIPSI, SILAHKAN DAFTAR DISINI
Comments
Post a Comment